Rabu, 18 Mei 2016

MAKNA PENCURAHAN ROH KUDUS BAGI KITA 

——————————————————————————————————————————————————
Gedung Gereja GKI Eden Tanjung Ria (Photo: Ulis Noeboba/07-05-2016)
JAYAPURA. Peringatan hari raya Pentakosta sering kita pahami sebagai hari pencurahan Roh Kudus. Pandangan tersebut sangatlah tepat. Tetapi bagi umat Israel Perjanjian Lama, hari raya Pentakosta yang mereka sebut dengan istilah “Shavuot” lebih dihayati sebagai hari turunnya Taurat di gunung Sinai, dan juga “Shavuot” merupakan hari pengucapan syukur atas hasil panen sebagai bukti pemeliharaan Allah di dalam hidup mereka. Semua ide tersebut menyatakan satu prinsip teologis, yaitu pencurahan berkat-berkat Allah yang rohaniah dan jasmaniah dalam kehidupan umatNya. Pewahyuan Taurat merupakan karunia rohaniah, dan hasil panen merupakan karunia pemeliharaan Allah kepada umatNya. Pada sisi lain umat Israel di Perjanjian Lama sebenarnya juga mengenal pencurahan roh. Namun makna pencurahan roh dalam kehidupan umat Israel di Perjanjian Lama masih terbatas dalam peristiwa pengurapan seorang Raja, Imam dan Nabi. Jadi sangat menarik kitab nabi Yoel yang dijadikan sumber kitab Kisah Para Rasul justru menyatakan, yaitu: “Akan terjadi pada hari-hari terakhir – demikianlah firman Allah – bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi” (Kis. 2:17). Nubuat nabi Yoel tersebut menjadi suatu kenyataan pada hari Pentakosta. Di Kis. 2:1 menyaksikan bagaimana semua orang percaya kepada Kristus mendapat pencurahan Roh Kudus. Yang mana pencurahan Roh Kudus yang dahulu di zaman Perjanjian Lama masih terbatas pada kalangan “elit” tertentu, kini pada hari Pentakosta di Perjanjian Baru meluas dalam lingkup “setiap orang percaya”. Bahkan anak-anak perempuan dan orang-orang muda pada hari Pentakosta tersebut juga memperoleh pencurahan Roh Kudus.

 

Dalam tradisi umat Israel, wanita dan anak-anak sebenarnya tidak diperbolehkan berbicara dan menyampaikan firman. Tetapi pada hari Pentakosta, mereka juga dipenuhi oleh Kudus untuk menyampaikan kesaksian firman Tuhan. Mereka diberi karunia Roh untuk menyampaikan firman sesuai dengan bahasa dan pengertian orang-orang di sekitarnya, sehingga para pendengar menjadi mengerti dan memahami apa yang mereka maksudkan. Pencurahan Roh pada hari Pentakosta memampukan mereka untuk mengkomunikasikan berita Injil Kristus kepada setiap orang sesuai “world-view” (pandangan dunianya). Ternyata dalam peristiwa hari Pentakosta sama sekali tidak terjadi glosolalia (karunia berbahasa lidah) sebagaimana sering dinyatakan oleh kalangan tertentu. Tetapi pada hari Pentakosta justru terjadi “xenolalia” (karunia yang mampu untuk berbahasa asing). Perbedaannya adalah berbicara dengan bahasa lidah merupakan suatu fenomena ekspresi dan ungkapan kata-kata yang asing dan tidak dipahami oleh para pendengarnya. Tetapi mengkomunikasikan Injil dengan karunia “xenolalia” justru memampukan si penyampai untuk berbahasa “asing” sesuai dengan pemahaman para pendengarnya, sehingga para pendengar mampu mengerti dengan jelas berita yang disampaikan. Sehingga orang-orang Yahudi, orang-orang asing yang menjadi penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab dari beberapa tempat seperti: Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, daerah-daerah Libia, dan pendatang-pendatang dari Roma dapat mengerti seluruh maksud dari firman yang disampaikan oleh rasul Petrus (Kis. 2:8-11). Ini berarti pencurahan Roh Kudus pada prinsipnya bertujuan untuk menjembatani suatu jarak yang terbentang di antara berbagai pihak, sehingga setiap pihak dapat mengalami karya keselamatan Allah yang telah dinyatakan di dalam pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di kayu salib.
 
Kehidupan kita di antara sesama saat ini sering ditandai oleh kegagalan dalam berkomunikasi dan kesalahpahaman sehingga menimbulkan berbagai konflik dan pertikaian, serta tidak jarang terjadi pertumpahan darah. Walaupun kita seiman, namun tidak jarang kita mengalami kesulitan dan kegagalan untuk memahami “world-view” (pandangan dunia) sesama anggota jemaat kita. Apalagi komunikasi yang kita lakukan dengan orang yang tidak seiman, tidak satu suku/etnis, tidak sama tingkat pendidikan dan tingkat sosialnya akan berada dalam jarak yang lebih lebar dan sulit. Akibatnya hidup kita saat ini sering terkotak-kotak, saling mengucilkan dan mencurigai sesama. Bahkan yang lebih memprihatinkan hubungan di tengah-tengah keluarga juga terkotak-kotak, sehingga hubungan antara suami-isteri sering ditandai oleh kesalahpahaman, pertikaian dan perceraian. Selain itu pada zaman yang modern ini kita masih mengahdapi masalah diskriminasi gender kepada kaum wanita, yang mana kaum wanita masih sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Demikian pula hubungan antara orang-tua dan anak mengalami masalah yang makin kompleks. Pada saat kita gagal dalam komunikasi sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan konflik dengan sesama, sesungguhnya kita juga kehilangan perasaan damai-sejahtera. Sebenarnya pengalaman kehilangan perasaan damai-sejahtera merupakan suatu sinyal rohani yang dikaruniakan oleh Tuhan untuk mengingatkan bahwa hidup kita tidak bahagia karena kita telah gagal dalam memahami dan mengasihi sesama kita.
 
Janji Tuhan Yesus yang akan mengutus Roh Kudus pada prinsipnya bertujuan agar hubungan antara sesama dalam kehidupan umat manusia ditandai oleh kemampuan untuk mengasihi. Itu sebabnya di Yoh. 14:15-16, Tuhan Yesus berkata: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh Kebenaran”. Karya Roh Kudus yang utama adalah memulihkan kemampuan umat percaya untuk saling mengasihi, sehingga hubungan dan komunikasi yang terputus dapat terjalin kembali. Sehingga dalam keluarga atau rumah-tangga umat percaya diharapkan tidak ada lagi yang melakukan kekerasan dalam berbagai bentuk, baik kekerasan secara fisik maupun kekerasan secara emosional. Tetapi kenyataan justru berbicara lain. Keluarga orang-orang Kristen justru sering terlibat dalam kekerasan fisik dan emosi kepada anggota keluarganya. Para pelaku kekerasan tersebut sesungguhnya orang-orang yang belum mampu berdamai dengan masa lalunya yang buruk. Mereka membutuhkan pencurahan Roh sehingga luka-luka batin mereka disembuhkan. Karya Roh Kudus bertujuan untuk mendamaikan diri kita dengan Allah dan sesama kita. Itu sebabnya Roh Kudus yang adalah Penghibur dikaruniakan kepada umat percaya agar mereka mengalami damai-sejahtera Kristus yang tidak dapat diberikan oleh dunia ini. Di Yoh. 14:27 Tuhan Yesus berkata: “Damai-sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai-sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu”. Dengan demikian karya Roh Kudus dikaruniakan kepada kita agar Dia membalut dan menyembuhkan semua luka-luka batin atau luka-luka dalam emosi kita, sehingga kita dapat mengalami damai-sejahtera dan pengampunan dari Kristus.
 

PAR GKI Eden Tanjung Ria
Di Rom. 8:1-13, pada prinsipnya rasul Paulus mengingatkan kepada umat percaya bahwa setiap orang yang hidup dalam kuasa Roh tidak akan hidup lagi dalam keinginan daging. Sebab kuasa Roh memberi kita hidup setelah kita dimerdekakan oleh Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Rasul Paulus berkata: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus, Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut”. Ini berarti pencurahan Roh Kudus yang telah diterima oleh setiap orang percaya ketika dia dibaptis dan mengaku percaya sesungguhnya diberi karunia untuk hidup menurut Roh. Dengan karunia Roh tersebut mereka telah diberi kemampuan untuk menolak dan melawan kehidupan menurut daging. Namun seringkali karunia Roh yang sebenarnya telah memerdekakan setiap orang percaya dari keinginan daging tersebut tidak diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Justru kita membiarkan keinginan daging menguasai seluruh aspek kepribadian kita. Sehingga arah dan orientasi hidup kita tertuju kepada keinginan daging dan hawa-nafsu dunia ini. Kita menjadi budak dan hamba dari hawa nafsu seperti misalnya: hawa-nafsu amarah, serakah, bersikap sewenang-wenang, nafsu seksuil yang liar, sikap konsumerisme, dan sebagainya. Di Rom. 8:6 merupakan gambaran bagaimana perbedaan orientasi antara mereka yang hidup menurut daging dan mereka yang hidup menurut Roh, yaitu: “Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh”. Karena itu karya Pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta ini bertujuan untuk memulihkan kembali arah dan orientasi hidup kita agar tertuju kepada keinginan Roh belaka. Kita semua dipanggil untuk tidak bersikap toleran dan tidak berkompromi sedikitpun dengan berbagai keinginan daging. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai-sejahtera (Rom. 8:6).
 
Manakala kita dibebaskan dari keinginan daging, maka oleh kuasa Roh Kudus kita diberi karunia damai-sejahtera. Dalam hal ini makna damai-sejahtera merupakan lawan dari roh ketakutan dan kecemasan. Firman Tuhan di Rom. 8:14-15 berkata: “Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ya Abba, ya Bapa”. Ketika kita hidup menurut keinginan daging maka kita terbelenggu oleh hawa-nafsu dan kuasa dosa sehingga membuat kita terpisah dari persekutuan dengan Allah. Kita dikuasai oleh roh perbudakan yang membuat kita hidup dalam ketakutan (Rom. 8:14). Kita kehilangan damai-sejahtera di dalam hati kita karena hidup kita menjadi telah seteru Allah. Padahal damai-sejahtera merupakan suatu kebutuhan rohaniah yang paling mendasar. Tanpa damai-sejahtera dari Allah, maka hidup kita tidak dapat mengenyam makna bahagia dalam hidup ini. Tepatnya tanpa damai-sejahtera dari Allah, kita tidak bahagia. Namun kita sering membungkam perasaan tidak bahagia ini dengan melakukan berbagai keinginan daging. Untuk jangka waktu sementara hati kita memang terhibur. Tetapi perasaan tidak bahagia yang ditutupi oleh berbagai keinginan daging sesungguhnya makin memperdalam penderitaan batin kita. Keadaan tersebut seperti seseorang yang sedang kehausan dengan meminum banyak air laut. Dia akan makin haus ketika minum air laut, tetapi tak lama lagi dia akan mati. Di tengah-tengah dunia yang berdosa ini Kristus tidak membiarkan diri kita seperti yatim-piatu (Yoh. 14:18), yaitu orang-orang yang kehilangan kedua orang-tuanya. Karena itu Dia mencurahkan Roh KudusNya agar hubungan kita dengan Allah dipulihkan. Kuasa Roh Kudus memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah sehingga dalam hidup kita sehari-hari terjalin hubungan yang mesra dengan Allah. Di dalam kuasa kasih Kristus, kita diperkenankan untuk memanggil Dia yang kudus dengan “ya Abba, ya Bapa”.
 
PAM dan PAR GKI Eden Tanjung Ria
Karya pencurahan Roh Kudus sering dikaitkan dengan pemberian berbagai karunia kepada setiap orang percaya. Sehingga ketika gereja-gereja Tuhan yang tidak terlalu menonjolkan berbagai karunia Roh dianggap sebagai gereja yang hidup tanpa roh. Bagaimana kita harus menjawab permasalahan ini? Selaku gereja Tuhan, kita tidak menyangkal bahwa karya Roh Kudus juga mengaruniakan berbagai macam karunia seperti karunia hikmat, pengetahuan, menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, karunia bahasa roh dan menafsirkan bahasa roh (I Kor. 12:8-10). Namun yang ditonjolkan oleh kalangan tertentu ternyata bukan karunia hikmat, pengetahuan, bernubuat dan membedakan bermacam-macam roh; melainkan yang sangat ditonjolkan justru karunia menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat dan karunia bahasa roh. Mengapa karunia-karunia tersebut yang ditonjolkan bahkan sering dijadikan ukuran untuk menentukan tingkat dan kualitas iman? Mengapa gereja-gereja atau kelompok-kelompok persekutuan tersebut juga tidak menonjolkan pula karunia-karunia Roh seperti: karunia hikmat, pengetahuan, bernubuat dan karunia untuk membeda bermacam-mcam roh? Keadaan tersebut menunjukkan bahwa ternyata kita tidak mampu menempatkan karunia-karunia Roh secara proporsional dan bertanggungjawab sesuai dengan panggilan hidup kita selaku umat pecaya. Padahal seluruh karunia tersebut ditempatkan oleh rasul Paulus untuk membangun jemaat dalam kesatuan tubuh (I Kor. 12:13, 24-25). Ini berarti karunia Roh yang utama adalah kasih. Sebab kasih senantiasa dapat menjembatani suatu jarak yang semula terputus, dan memampukan setiap pihak yang berbeda untuk hidup dalam rasa hormat dan sikap saling menghargai. Ketika kita mampu untuk saling mengasihi dan membangun kehidupan persekutuan, maka kita juga mengalami makna damai-sejahtera sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yesus.
 
Jika demikian, karya pencurahan Roh Kudus pada hakikatnya merupakan karunia Allah bagi setiap orang percaya agar kita mengalami transformasi dalam spiritualitas iman kita. Setiap orang percaya yang hidup menurut Roh senantiasa ditandai oleh perubahan hidup yang terus-menerus, dan pada saat yang sama setiap orang percaya hidup berdamai dengan Allah. Karya Roh Kudus bersifat transformatif sekaligus menciptakan rekonsiliasi dengan Allah, sesama dan dengan diri kita sendiri. Ketika spiritualitas dan kepribadian kita ditransformasi oleh Roh Kudus, sehingga kita juga dapat mengalami rekonsiliasi dengan Allah, sesama dan diri sendiri; bukankah kita juga dimampukan menjadi para pribadi yang dapat mengalami damai-sejahtera Allah? Tanda-tanda pencurahan Roh Kudus dapat terlihat pada kenyataan yang terjadi dalam spiritualitas dan kepribadian kita, yaitu apakah kita telah berdamai dengan Allah, sesama dan diri kita sendiri. Ketika kita telah diperdamaikan oleh kuasa Roh Kudus, maka kita juga dimampukan untuk mengasihi Allah, sesama dan diri kita sendiri. Bagaimana dengan kehidupan saudara saat ini? Apakah saudara telah mengalami damai-sejahtera? Juga apakah hidup saudara sungguh-sungguh bahagia dan penuh makna? Bila belum, maka pada saat ini Allah menawarkan kasih-karuniaNya kepada kita. Kristus menawarkan Roh KudusNya yang mampu membebaskan diri kita dari roh perbudakan, yaitu kuasa dosa yang mengikat dan membelenggu diri kita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar